Strategi Perang Sun Tzu

Cepat seperti Angin. Tenang seperti Hutan. Dahsyat seperti Api. Diam seperti Gunung.

Saat menggerakan pasukan, cepat seperti angin. Saat berhenti, tenang seperti hutan. Saat menyerang, dahsyat seperti api. Saat bertahan, diam bersiap dan jangan tergesa-gesa.

Gw pernah membaca kalau strategi perang Sun Tzu (The Art Of War) adalah salah satu pelajaran yang diajari kepada anak anak di Singapore. Oke banget sih pemerintah Singapore mengajarkan anak kecil di negaranya untuk belajar strategi sedari awal. Strategi adalah hal yang paling krusial ketika lo ingin mendapatkan sesuatu. Rencana bagus dan sumber daya yang oke akan tetap membutuhkan suatu STRATEGI YANG TEPAT.

Ga hanya untuk perang, strategi Sun Tzu bisa dipraktekkan di kehidupan sehari-hari. Ini beberapa strategi lainnya :

WHEN able to attack, we must seem unable; WHEN using our forces, we must seem inactive; WHEN we are near, we must make the enemy believe we are far away; WHEN far away, we must make him believe we are near.

If he is secure at all points, be prepared for him. If he is in superior strength, evade him.

If your opponent is of choleric temper, seek to irritate him. Pretend to be weak, that he may grow arrogant.

WHOEVER is first in the field and awaits the coming of the enemy, will be fresh for the fight; WHOEVER is second in the field and has to hasten to battle will arrive exhausted.


Sumber qoute: iBooks Store: https://itunes.apple.com/WebObjects/MZStore.woa/wa/viewBook?id=395534623

Sumber gambar: google

Someday, in a certain era – or maybe it happen now

Ali bin Abi Thalib R.A pernah berkata,

Aku khawatir terhadap suatu masa yang roda kehidupannya dapat menggilas keimanan. Keimanan hanya tinggal pemikiran, yang tidak berbekas dalam perbuatan. 

  1. Banyak orang baik tapi tak berakal, ada orang berakal tapi tak beriman.
  2. Ada lidah fasih tapi berhati lalai, ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendirian.
  3. Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis, ada ahli maksiat yang rendah hati bagaikan sufi
  4. Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat dan ada yang banyak menangis karena kufur nikmat. 
  5. Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat dan ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut
  6. Ada yang berlisan bijak tapi tak memberi teladan dan ada pelacur yang tampil jadi figur. 
  7. Ada orang punya ilmu tapi tak paham, ada yang paham tapi tak menjalankan. 
  8. Ada yang pintar tapi membodohi, ada yang bodoh dan tak tau diri. 
  9. Ada orang beragama tapi tak berakhlak dan ada yang berakhlak tapi tak bertuhan. 

Lalu di antara semua itu dimana aku berada?

Kenapa gw ngeblog tulisan ini?? Simple, karena gw suka maknanya & pemilihan katanya.

Komenin Tax Amnesty Ahh

Fiskal dan moneter adalah 2 kebijakan yang harus saling bersinegi

Bukan mau komplain, mau kasih komen aja terkait tax amnesty. Dengan sepenuh hati gw tentu senang dengan inovasi pemerintah (Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak lebih tepatnya) untuk mengeluarkan kebijakan tax amnesty ini. Mereka memiliki tujuan mulia untuk membangun negara tercinta kita ini. Pemerintah mencari peluang sumber dana agar proyek-proyek pembangunan bisa jalan.

Gw sebagai penduduk indonesia tentu mendukung rencana pemerintah ini. Logika pemerintah tentu ga salah, kalau mau membangun suatu negara lo harus membangun fasilitasnya, dan lo butuh dana untuk membiayai proyek itu. Nah kalau sumber dana yang ada sekarang tidak mencukupi, berarti lo harus nyari sumber pendanaan baru doong. Antara berhutang atau bikin cara baru dapetin dana. As simple as that.

Tax amnesty adalah salah satu triknya.

Kebijakan tax amnesty diharapkan dapat memberikan capital inflow/masuknya dana dari luar ke Indonesia dan kemudian dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek dalam negeri. 

Tax amnesty tak hanya berefek positif bagi pembangunan, namun juga memberi efek bagi kondisi moneter indonesia. Efek tersebut bisa dianggap positif dapat pula dianggap negatif, tergantung sudut pandang. Disini gw ingin memberikan analogi berlakunya tax amnesty bagi keadaan moneter.

ANALOGI SIMPLE GW

Tax amnesty mengakibatkan capital inflow ke Indonesia, dengan kata lain dana-dana dari luar negeri masuk. Senang doong ada uang masuk, valas masuk ke pasar uang bahkan dapat membajiri pasar uang. Eeh tapi tunggu dulu, masih ingat teori supply-demand di ekonomi ga? Gini, semakin banyak supply maka harga semakin turun. So dengan kata lain, semakin banyak supply valas maka nilai valasnya turun (atau bahasa lainnya rupiah menguat terhadap valas). 

Pasti nih orang orang pada mikir, hebat..rupiah menguat..dari 13ribu jadi 11ribu. Eiits tunggu dulu, rupiah belum tentu bagus juga kalau terlalu menguat. Para exportir bisa komplain, mereka dapat valas di nilai tukar yang rendah nih, ga relaa. Walaupun di sisi lain si importir kesenangan karena mereka bisa beli dolar dengan harga murah tapi kan ga bisa gitu. Nilai rupiah harus membuat semua pelaku ekonomi senang, jangan satu pihak aja. Nah itulah makanya ada istilah Nilai Tukar Fundamental, yaitu nilai tukar yang pas baik bagi pelaku pasar yang menjual maupun yang membeli.

Sehingga, kembali ke analogi tadi, karena supply valas yang berlebih bisa menyebabkan nilai tukar rupiah menguat melebihi nilai fundamentalnya, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter harus bergerak doong. Gimana caranya? Caranya adalah BI melakukan intervensi di pasar uang, dengan membeli valas yang berlebih tersebut dengan Rupiah. Valas ditarik ke BI dan Rupiah masuk ke pasar uang. Sehingga supply valas di pasar uang berkurang. Begitulah cara BI menstabilkan nilai tukar sampai nilai tukar tersebut sesuai dengan nilai fundamental nya.

Okee, masalah mengatur nilai tukar selesai sampai disitu.

Tapiii ternyata masalah lain bisa  muncul. Kasusnya adalah gara gara mengatur nilai tukar tadi, BI menguncurkan rupiah terlalu banyak ke pasar ternyata menyebabkan supply rupiah terlalu banyak. Nah loooh, tadi supply valas terlalu banyak ga baik, masa supply rupiah banyak juga ga baik siih. Benar, sesuatu yang berlebih itu ga baik sama sekali. Semakin banyak supply rupiah, nilai rupiah akan turun. Dengan kata lain inflasi. Rupiah ga ada harganya.

Sedih.

Di sini pulalah BI kemudian beraksi dengan melakukan operasi moneter. BI harus menarik rupiah tadi dengan instumen moneternya. Bisa menggunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), maupun instrumen lain yang membuat bank umum tertarik menempatkan rupiah mereka di Bank Indonesia. Diharapkan dengan operasi moneter ini rupiah kembali masuk ke BI dan supply rupiah di pasar uang berkurang, dan inflasi yang tinggi dapat dihindari.

Legaa, masalah mengatur inflasi selesai.

Tapiii, ada masalah tambahan (lagi). TERNYATA gara gara BI mengeluarkan instrumen moneter yang terlalu banyak dan bank umum naro rupiah banyak ke BI, BI harus mengeluarkan beban yang besar untuk bank umum tersebut. Kan kalau bank umum naro uang di BI, mereka dapat bunga. Kan kalau BI menjual surat hutang (SBI dan SDBI) BI harus bayar bunga. BIAYA MONETER BI MEMBESAR. 

Ciyaan, BI harus mengeluarkan beban besar.. Tapi itulah tugas BI. Mau gimana lagi, toh BI bukan lembaga profit, rugi atau untung ga masalah, yasudahlah yaa.. Yang penting keadaan moneter indonesia membaik.

Itulah analogi simple dari gw.

Penutup..

BI mengeluarkan biaya yang besar untuk operasi moneter mungkin bukan sebuah masalah besar. Namun pertanyaannya adalah apakah biaya moneter yang dikeluarkan tersebut sebanding dengan pembagunan yang tercipta dari kebijakan tax amnesty ini.. Semoga saja sebanding. Untuk Indonesia tercinta yang lebih baik.

Suicide Squad – Mengecewakan

Tahukah anda kenapa kecewa itu bisa muncul? Jawabannya adalah karena kenyataan tidak sesuai dengan ekspektaksi anda.

Gw baru saja selesai menonton salah satu film anti-superhero DC Comic (film wajib tonton). Pertama kali gw mengetahui film ini adalah sekitar bulan Februari tahun ini, pada saat menonton trailer film tersebut di youtube. Kesan pertama yang gw dapatkan adalah : iih filmya lucu yaa, kayaknya bakal keren deh nih film, rugi banget kalau gw ga nonton, gw harus nonton!.

Kemudian pada awal Agustus ini gw ngecek di IMDB nih film dapat rating 9.3/10 dari 3ribuan orang. Waaah, semakin excited lah gw, pengen segera nonton tuh film. Sebagus apa siih filmya..

Ternyata. Oh my god. Filmnya mengecewakan. Sama seperti yang gw rasakan waktu selesai nonton batman vs superman. Banyak faktor yang menyebabkannya:

  1. Efek suaranya membuat telinga sakit
  2. Efek visualnya ga oke, ga enak diliat, gelap (yaah ini emang khasnya DC Comic siih)
  3. Jalan cerita ga jelas. Ini ceritanya mau dibawa kemana yaa tujuannya, maunya si penjahat kok ga make sense banget yaa, maunya si bos cewek apa siih. Krik krik.
  4. Adegan melompat-lompat, yaah walaupun melompatnya ga separah batman vs superman tapi tetap aja bridging antar adegan ga mulus.
  5. Adegan actionnya sedikit dan biasa aja. Jauuh lebih bagus adegan action di Civil War punya Marvel.
  6. Yang agak membantu film ini adalah celotehan2 yang dilontarkan oleh Harley Quinn.

Kesimpulannya, film ini ga se worth it yang gw pikir. Gw cukup kasih nilai 6/10 buat film ini – dan barusan gw cek di IMDB, rating film ini turun menjadi 7.2/10 dari 50ribuan pemberi rating.


Sumber: googling

Surplus Bank Indonesia Tahun 2016

Bank Indonesia (BI) sebagai satu-satunya lembaga moneter di Indonesia memiliki tujuan utama untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Daaan, laporan keuangan adalah suatu indikator atas “hasil” dari pelaksanaan tugas BI dalam mencapai tujuan tersebut pada 1 periode akunting.

Berbeda dengan laporan keuangan pada entitas bisnis pada umumnya, laporan keuangan BI tidak dimaksudkan untuk mengukur pencapaian dalam mencapai tujuan. Logika umum pada entitas bisnis adalah : semakin banyak surplus – semakin efektif dalam mengelola aset – semakin bagus pengelolaan liabilitas, maka dianggaplah bahwa manajemen entitas memiliki performance yang oke. Sedangkan laporan keuangan BI bertujuan untuk menunjukkan pencapaian/pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya keuangan dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah, yang meliputi informasi tentang dampak keuangan dari kebijakan BI terhadap posisi keuangan dan surplus (defisit) BI.

Sangat berbeda dengan laporan keuangan entitas lain. Manajemen BI tidak dapat dinilai dari angka yang ada pada laporan keuangan. Namun laporan keuangan BI dapat digunakan untuk mengukur dampak keuangan dari upaya manajemen dalam pencapaian tujuan moneter BI (ribet ya kalimatnya, pusing? coba baca lagi dari awal). 



Gambar: dokumentasi pribadi

LAPORAN KEUANGAN BI TAHUN 2015 AUDITED

Walaupun tujuan utama BI bukanlah untuk mendapatkan surplus, tetap saja di laporan keuangan BI terdapat laporan surplus (defisit). Pada laporan keuangan BI tahun 2015, BI mencatat surplus yang sangat besar dan harus menyetorkan sebagian surplus tersebut kepada Pemerintah.

Dasar hukum BI melaksanakan penyetoran surplus kepada pemerintah ini tak lain dan tak bukan diatur pada UU BI Pasal 62 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “surplus dari hasil kegiatan BI akan dibagi untuk Cadangan Umum, Cadangan Tujuan, dan diserahkan kepada pemerintah (jika rasio modal BI melebihi angka 10%) – apa itu rasio modal BI akan gw bahas di posting2an selanjutnya.

Laporan keuangan BI tahun 2015 ini memenuhi 2 syarat sebagaimana UU, yaitu: 1) BI memperoleh surplus dan 2) rasio modal BI lebih besar dari 10% (yaitu 11,20%). Sehingga berdasarkan hitung-hitungan, sisa surplus BI yang menjadi bagian Pemerintah adalah sebesar Rp18,2 triliun. Yes sangat banyak, dan itu duit semua.

Namun ternyata surplus yang menjadi bagian Pemerintah tersebut terlebih dahulu harus digunakan untuk men-set off kewajiban Pemerintah kepada BI. Uang tersebut tidak bisa diberikan kepada Pemerintah begitu saja. NO. Uang tersebut digunakan untuk membayar kewajiban masa lalu Pemerintah (sebelum tahun 1998) yang masih belum dilunasi. 

Pemerintah dan BI menyepakati bahwa surplus tahun 2015 ini digunakan untuk melunasi sebagian dari kewajiban atas Obligasi Negara Seri SRBI-01/MK/2003 (sebagaimana juga dilakukan atas surplus BI tahun 2005, 2006, dan 2008).
Sehingga, setelah audit laporan keuangan BI selesai dilaksanakan mulailah dilakukan pembahasan antara Kementerian Keuangan (mewakili pemerintah) dengan Bank Indonesia. Beberapa kali pertemuan dilakukan antara beberapa eselon I di Kemenkeu dengan beberapa satuan kerja di BI. Sehingga pada akhirnya dilaksanakanlah penyetoran sisa surplus BI sebesar Rp18,2 triliun pada tanggal 14 Juli 2016 yang lalu. Wow. Lembur berhari-hari karena ini selesai juga. Alhamdulillah.

PENUTUP

Seperti dikatakan di awal, BI tidak bertujuan untuk mencapai surplus, BI hanya bertujuan untuk mencapai kestabilan nilai Rupiah. Toh, jika pada akhirnya dalam pelaksanaan tugasnya BI mengalami surplus, pengelolaan atas surplus tersebut pun sudah diatur jelas di UU.